Beauty Victoria

Beauty Victoria
Victoria Song

Selasa, 24 April 2012

Be Good Stranger [3]




Tittle : Be Good Stranger



Author : retnoboo



Genre : horror, romance, angst, au 


Rating : G / PG-13 


Lenght : Chaptered


Cast :

- Aku (karna saya gak pake nama siapapun)

- find it!




 

======================================================================



“kami tidak menemukan bukti apapun yang mengarah kepada mereka. Tidak ditemukan sidik jari atau tanda pengenal apapun tentang mereka dilokasi kejadian.”

Aku terperangah begitu mendengar hasil penyelidikan polisi. Berarti asumsiku selama ini salah besar? Tapi.. bagaimana bisa? Hanya mereka saja yang terlalu berlebihan menyakitku? Apa ada orang lain selain mereka?

“bisa aku lihat hasil laporan penyelidikannya?” pintaku pada salah satu petugas yang berkunjung kerumahku untuk menyampaikan hasil penyelidikan dan penelitian yang mereka lakukan pada kasus pembakaran toilet yang melibatkan seorang korban yaitu aku.

Dengan sigap ia menyerahkan berlembar-lembar dokumen abformal yang isinya menerangkan bahwa pelaku dari peristiwa yang hampir merenggut nyawaku itu adalah seorang pria, bukan perempuan.

Yang membuatku geleng-geleng kepala adalah, berarti bukan gerombolan gadis berandal yang selalu mengerjaiku yang melakukan hal kejam itu padaku. Melainkan seorang laki-laki yang entah mempunyai dendam seperti apa sehingga nekad melancarkan aksi pembakan seorang manusia hidup-hidup. Dan yang lebih membuatku tercengang. Pelakunya hanya seorang pria. Ingat, SEORANG pria. Dan untuk lebih jelasnya, HANYA SATU ORANG.

Sudah jelas, orang ini memiliki masalah pribadi denganku. Tapi seingatku, aku tak pernah berurusan dengan pria manapun selama aku hidup. Aku tak pernah berkelahi dengan pria, berpacaran dengan pria, dan mempunyai hubungan dengan pria pun aku tak pernah (terkecuali ayahku).

“benarkah hanya satu orang?” tanyaku tak percaya.

“benar. Kami mendapat potongan gambar dari rekaman CCTV yang ada disudut toilet. Dan terlihat jelas bahwa yang melakukan penyiraman minyak tanah dan yang menyalakan korek api adalah seorang pria. Namun kami masih belum mengetahui identitas dari orang tersebut karna pria itu menggunakan penutup wajah sehingga kami kewalahan untuk membongkar identitasnya.”

Oh Tuhan, siapa laki-laki ini sebanarnya? Masalah apa yang membuatnya ingin menghabisiku dengan cara sekejam itu.

“lalu motifnya?”

“kami belum dapat menyimpulkan apa jenis motifnya. Tapi kami sedang berusaha untuk membongkar identitas dari pelaku kejadian ini.”

Mataku mulai basah. Sakit? Tidak. Lebih tepatnya merasa seperti dijatuhkan dari tempat yang jauh ketika kau sudah hampir sampai ditempat tujuan. Bodoh, kenapa aku bisa begitu bodoh.

Didetik-detik akhir aku menyimpulkan bahwa sebentar lagi aku akan mendapati pelaku pembakaran itu akan meringis dibelakang sel besi, namun kenyataannya malah berlawanan dengan asumsiku. Aku tidak bisa menerima fakta bahwa aku salah. Aku tidak ingin salah karna aku tidak ingin ada orang lain lagi yang membenciku.

Siapa? Siapa? Siapa? Hanya pertanyaan itu yang berkecamuk dikepalaku.

Aku tak bisa menyimpulkan secara cepat siapa sebenarnya dalang dari masalah ini, dan hal itu membuatku frustasi. Bagaimana tidak. Sudah hampir sebulan peristiwa itu terjadi namun pelakunya masih berkeliaran bebas diluar sana dan mungkin saja selalu berada didekatku.

“waspadalah. Kenali orang sekitarmu dan segera laporkan jika kau melihat sesuatu yang mencurigakan.” Ujar petugas kepolisian itu sebelum meninggalkan rumahku.

Rasanya aku tak ingin keluar rumah lagi. Hanya disini tempat teramanku untuk berlindung. Aku tak mau berdekat-dekatan dengan orang yang ingin membunuhku sedangkan aku tak tau jati dirinya seperti apa.
Dunia ini memusingkan.


=====================================================================================


“mau apa kau kemari?” tanyaku gusar ketika seorang pria tengah berdiri didepan rumahku dengan bersandar pada motornya. Ia yang semula tak memperhatikan kedatanganku kemudian menoleh lalu sedikit memamerkan seriangainnya yang lumayan menyeramkan.

“menjemputmu.” Ucapnya kemudian melemparkan sebuah benda yang dapat kupastikan adalah sebuah helm motor. “pakailah.”

Aku hanya bisa terbengong bengong memperhatikan helm itu dan dirinya secara bergantian.

“naiklah. Sebentar lagi bel sekolah berbunyi.”

Ia menggas-gas motornya sambil menatapku yang masih saja terpaku tak berkedip memandangnya. Ini bukan mimpi? Kupikir kemarin ia hanya bercanda saja ketika tiba-tiba menanyakan kepadaku aku suka naik motor atau tidak. Kujawab saja suka. Walaupun sebenarnya aku belum pernah dan tak pernah menaiki kendaraan roda dua bermesin tersebut.

Dan dia baik sekali mau menjemputku dan menungguiku sepagi ini hanya untuk pergi kesekolah bersama-sama.

“cepatlah naik. Aku tak suka melihatmu menjadi idiot seperti itu.”

Ralat! Dia orang yang tidak terlalu baik karna mengataiku idiot.

Aku naik dan dia hanya menatapku keheranan. ‘Kenapa lagi memangnya?’

“kau tidak mau memelukku? Ini motor sport. Kau tidak bisa hanya duduk diam sedangkan aku memacu kendaraan bertenaga kuda ini dengan kecepatan abnormal.”

Aku memutarkan bola mata begitu mendengar perkataannya. Yang benar saja. Itu sama saja dengan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

“baik. Kau puas sekarang?” tanyaku saat mulai melingkarkan kedua tanganku pada pinggangnya.

“begini lebih baik.” Kemudian ia memacu kecepatan motornya seperi orang sinting. Seperti pembalap ulung yang tersasar dijalan raya saat semua orang memperhatikan kami bak sedang menonton balap motor kelas atas. Setidaknya perjalanan ini menyenangkan.


===================================================================================


“dasar penjilat.” Umpatku ketika pulang dengan kekesalan tak terbendung.
 
Bagaimana tidak, setelah berhari-hari lamanya aku diantar-jemput oleh se hun. Baru hari ini aku mengetahui bahwa dia hanya memanfaatkanku untuk menghindar dari kejaran gadis-gadis genit yang selalu membuntutinya dengan cara mempublikasikan kepada seluruh masyarakat sekolah bahwa aku ini adalah kekasihnya. 

Marah? Tidak. Keberatan? Tentu saja. Karna perbuatannya sama saja menjerumuskanku lebih dalam ke area peperang melawan semua gadis yang mengincarnya. Hebat. Orang yang membenciku bertambah banyak.

Aku menghentak-hentakan kaki begitu melewati pintu rumah sebelum akhirnya suara seseorang mengalihkan pemikiranku.

“kau mengguncang seisi rumah hanya dengan sekali melangkah kasar seperti itu.”

Ayahku yang tak kusangka-sangka tengah duduk santai didepan tv sambil menyeruput kopi hangatnya tiba-tiba berbicara tanpa memandangku.

“maaf ayah.” Ucapku singkat lalu berlari-lari kecil  atau lebih tepatnya berjinjit-jinjit kucing agar segera sampai kesinggasanaku.

“duduk disini sebentar. Ada yang ingin ayah bicarakan.”

Aku menoleh dan mendapati ayahku sudah menatapku intens. Kopinya tak lagi ditangan, melainkan sebuah al-kitab dan kalung salib yang sekarang ia genggam.

Aku berbalik arah. Berjalan perlahan menghampirinya yang kini sudah membuka lembaran demi lembaran al-kitabnya.

“ada apa ayah?”

“bisakah aku membuat sebuah pengakuan kepadamu? Bukan sebagai seorang ayah, melainkan sebagai seorang manusia yang menceritakan kisah hidupnya kepada manusia lainnya.”

Aku mengerutkan kening. Ayahku memang senang sekali menceritakan kisah hidupnya. Mulai dari ia bertemu ibuku, menjadi seorang pendeta, sampai masa-masa kelahiranku yang terekam dalam memorinya sudah pernah ia ceritakan kepadaku.

“aku dengarkan.” Ucapku sambil menatapnya dengan penuh konsentrasi.

Hening. Ia masih belum berbicara. Dan aku mulai bosan menatap matanya yang sayu mantap al-kitab.

Lama sebelum akhirnya ia membuka suara dan membuatku tercengang mendengar semua pengakuannya.

“jauh dimasa sebelum aku mengenal ibumu dan mengenal Tuhan. Aku adalah seorang pebunuh.”


=====================================================================================


Aku memicingkan mata keseluruh penjuru ruangan. Hampir semua orang dikelas ini menatapku dengan tatapan sinis. Bahkan anak-anak lugu dan kuper yang biasanya acuh tak acuh dengan keberadaankupun sekarang tengah menatap intens penuh rasa tidak suka padaku. Aku mendengus kesal ketika melihat para manusia sok ikut campur itu dengan angkuhnya membuang muka ketika aku balas menatap mereka satu persatu.
 
Suasana mulai mencair dan aku tak lagi menjadi pusat perhatian ketika guru mata pelajaran hitung-hitungan aritmatika mulai memasuki kelas. Aku sedikit mencolos dan kembali rilex. Untung saja.

“pagi anak-anak. Buka buku kalian halaman 123, dan kerjakan soal-soal yang ada dibuku itu secara berkelompok.” Sial! kenapa harus berkelompok?

Dan kulihat disekelilingku sudah beramai-ramai membentuk kerumunan yang anggotanya tak tentu berapa  jumlahnya. Aku tak mungkin menyapa mereka dan berkata, ‘hai, boleh gabung?’. Itu sama saja mencari mati. Kereka tidak akan segan-segan menendangku jauh-jauh dari barisan kelompok mereka. Dan sayangnya aku masih terlalu waras untuk tidak melakukan hal itu.

“diamana Se Hun?” tanya guru itu pada kami, atau yang lebih tepatnya kepada mereka dikurangi aku, karena guru-gurupun tak ada yang mengenaliku.

“tidak turun miss.” Dan itulah jawaban yang paling tidak kuingginkan.

Sudah dua hari ini dia tidak masuk sekolah. Bukannya mau sok perhatian, hanya saja ini juga menyangkut eksistensiku agar merasa aman disekolah ini. jika dia tidak ada, maka siapa yang akan melindungiku dari amukan gadis-gadis tukang onar yang mungkin saja setelah ini akan menghajarku lagi setelah tau bahwa Se Hun tidak lagi bersamaku? Rasanya aku ingin sekali menyewa anjing pelacak agar segera menemukan keberadaannya.

Aku mengambil secarik ketas dan mulai menulis sebuah tulisan diatasnya. Lalu setelah kurasa tulisan itu bukanlah tulisan yang terlalu penting, maka kubuang tulisan itu kesudut jendela. Tak ingin larut dalam sebuah perasaan yang kutuangkan dalam sebuah tulisan tak etis. Aku tak ingin bergantung pada orang lain, aku ingin berpegang pada diriku sendiri. Aku tidak ingin menjadi lemah. Tapi..



Aku mulai tak bisa jauh-jauh darimu, Se Hun. Cepat kembali.




to be continued… 



=__Love Is Pain__=


=__I Hate Them Damn Love Songs__=


=__Momento Of Ours__=


Tidak ada komentar:

Posting Komentar